Syari’at Islam di Aceh pada
pelaksanaannya selain mengatur tentang
aqidah dan ibadah juga mengatur tentang
jinayah atau pidana, untuk saat ini dalam hal pelaksanaan hukum jinayah
belum semua di atur dalam qanun-qanun yang telah dibentuk oleh DPRD NAD , saat
ini baru beberapa pidana tertentu yang diatur dalam qanun tersebut, diantaranya
khalwat (mesum), khamar (meminum minuman keras), maisir (judi) dan pencurian. Untuk
tindak pidana seperti ini selain dijatuhi sanksi pidana penjara dan denda,
terdakwa juga dijatuhi sanksi pidana cambuk dimuka umum. Adapun yang menjadi
pertanyaan, apa yang menjadi kelebihan dari sanksi pidana cambuk itu sendiri
dibandingkan dengan sanksi pidana penjara atau sanksi pidana denda atau sanksi
pidana lainnya yang selama ini telah diterapkan dalam KUHP Indonesia, dan
bagaimana efektifitas sanksi pidana cambuk ini dalam penekanan pelanggaran
qanun di bidang Syari’at Islam yang terjadi di wilayah hukum kota Madya Banda
Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebagai prodak baru pada sistem hukum
pidana Indonesia mampukah sanksi pidana cambuk
membawa pembaharuan pada dunia peradilan indonesia, akan tetapi dengan
penerapan Syari’at Islam secara kaffah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
muncul ketakutan dan kekhawatiran dari pihak-pihak tertentu, baik yang berasal
dari luar kaum muslimin atau dari kaum muslimin sendiri. Ketakutan atau fobia
terhadap Syari’at Islam adalah hal yang terlalu dibesar-besarkan. Syari’at
Islam sama sekali tidak bertujuan untuk menyiksa manusia, bahkan menurut Islam
binatang dan lingkungan pun tidak boleh di dhalimi.
Tujuan Syari’at Islam adalah untuk
memelihara hak-hak manusia dan memberikan mereka perlindungan serta keselamatan
atau kedamaian. Karena itu merasa takut terhadap Syari’at islam, apa lagi
memusihinya adalah sikap atau tindakan yang tidak beralasan. Meskipun dengan
demikian ketentuan-ketentuan normatif semacam ini tentu saja harus diwujudkan
dalam aktualisasinya dan ini tentu saja merupakan salah satu pekerjaan rumah
umat Islam untuk membuktikannya dalam kenyataan. Kekerasan dan penyelewengan
hukum memang pernah terjadi dalam sejarah Islam, tetapi itu juga pernah terjadi
dalam agama dan komunitas manapun di dunia ini, termasuk Yahudi, Kristen dan
Barat. Demikian juga sebaliknya, sejarah menjadi sanksi atas kesuksesan
Syari’at Islam menciptakan masyarakat yang makmur serta sejahtera serta
penegakan hukum yang adil secara
mengagumkan. Oleh karena itu, jika kita mau bersikap objektif, dan terbuka maka
jangan hanya sisi gelap sejarah Islam yang dilihat, tetapi juga sisi
cemerlangnya, agar tidak terjadinya salah paham bahkan timbulnya pemikiran yang
menyimpang terhadap Syari’at Islam, terutama terhadap penerapan sanksi pidana
cambuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar